Rabu, 14 Maret 2012

Selasa Prapaskah Minggu III

 Laurence Freeman OSB
 “...Tuhan, sampai berapa kalikah aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?” Yesus berkata kepadanya, “Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali..." (Mat 18:21-22)

A : Kau selalu menang. Kau selalu berhasil mendapatkan apa yang kau inginkan. 
B : Tapi saya tidak melihatnya begitu. Permusuhan ini membuat hidupku juga sengsara.
A : Kau pantas mendapatkannya. Aku senang.
B : Terima kasih. Siapa yang mendapatkan yang diinginkannya sekarang?
A : Nah, paham maksudku? Kau selalu memutar balikkan segala hal dan membuat orang melihat segala sesuatu dari sudut pandangmu.
B : Tapi  jika memang demikian aku tidak merasa aku seorang pemenang. Lagipula, jadi pemenang itu kesepian juga. Kau membuat orang-orang iri atau marah jika kau menyangka dirimu menang dan mereka kalah.
A : ..Kasihan kamu...
Dan seterusnya dan seterusnya. Siklus kebencian mempergunakan suplai energy gelap yang menimbulkan rasa menjadi korban  atau menjadi pecundang sejak lahir. Memaafkan orang-orang yang bersalah kepada anda merupakan pembebasan diri dari pikiran yang merusak yang melumpuhkan emosi dan membekukan pemikiran rasional. Kebencian membuahkan ilusi dan satu-satunya obat untuk ilusi adalah meningkatkan dosis realitas harian.
Hampir setiap orang yang sangat tidak bahagia merasa bahwa seseorang di suatu tempat adalah atau sudah menjadi musuh mereka. Inilah jalan keluar dari dilema ini, mengenali musuh, melihat langsung pada mata mereka, dimana pun mereka berada, berkediplah dan biarkan mereka pergi.

Pandangan rohani tentang hidup memperhitungkan kedua dosa, keadaan ilusi dan semua konsekuensi serta kasih karunia, kesempatan kedua yang tak kunjung habis. Pandangan ini berfokus pada penebusan, pembebasan dan penyembuhan sebagai proses pemberian hidup dan pembaharuan dimana kita harus berkomitmen.

Padang gurun adalah tempat yang baik untuk mendiagnosa pikiran-pikiran negatif ini. Mereka timbul dengan alami pada tahap-tahap awal meditasi. Kita hanya perlu secara konsisten memilih realita daripada ilusi, kembali pada mantra, agar terbebas dari kesalahan-kesalahan yang kita rasa telah diperbuat atas diri kita dan memulai lagi – kali ini jalannya lebih menuju tempat yang  sebenarnya tidak akan kita tinggalkan, tak peduli apapun yang timbul.
(Sumber : Lent Daily Reflections 2012 - www.wccm.org; diterjemahkan : Fransisca Hadiprodjo - WCCM Yk)
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar