Kamis, 28 Maret 2013

Kamis Putih 2013

Holly Week Reflections
oleh : Laurence Freeman, OSB.


Dia selalu mengasihi mereka yang menjadi miliknya di dunia, namun sekarang Dia menunjukkan betapa sempurna kasih-Nya itu.

Pada ritual perjamuan terakhir yang Yesus adakan bersama sahabat-sahabat-Nya, Dia merayakannya dengan penuh semangat dan kasih sehingga Dia menjadi santapan. Simbol roti dan anggur, buah-buah hasil bumi dan bahan pokok makanan lokal sehari-hari, muncul sebagai makanan dan perayaan.

Ketika kita merayakan sesuatu yang memelihara kita, kita mengungkapkan kepuasan secara mendalam dan sepenuh hati dengan apa yang ada. Kita tidak memimpikan hal-hal lain di luar jangkauan kita atau memproyeksikan harapan-harapan kebahagiaan kita pada masa depan. Dan jika kita ingin berbuat lebih jauh dengan membagikan apa yang kita miliki secara adil dan merata, kita membuat persekutuan kebahagiaan sejati yang berbeda. Suatu kepuasan yang menyelimuti dan transenden. Dalam kebahagiaan itu kita merasakan kecemasan hati manusia ditransendensikan, bersama dengan semua kekhawatiran dan hasrat, dalam sebuah kepastian yang utama dan intim bahwa kita aman di dalam kasih orang-orang yang bersama kita.

Saat Dia mengadakan ritual sederhana yang menunjukkan rakyat dan budaya-Nya, roti kering dan anggur meja menjadi semua yang Dia rasakan dan apa adanya Dia. Apa lagi yang dapat kita katakan pada orang-orang yang kita kasihi selain ‘Aku memberikan tubuh-Ku dan semua makna tentang siapa Aku bagimu’? Dalam penyampaian diri ini, dalam sebuah ritual yang dibuat nyata secara mistik oleh ketulusan hati dari intensitas yang difokuskan, yang lokal menjadi universal. Peristiwa ini terikat oleh saat tertentu yang bergerak ke dalam saat kini abadi. Sebuah sakramen.

Setelah perjamuan terakhir pertama, para penerus para rasul meneruskan penyampaian ini. Perjamuan agape terlahir. Dalam tindakan saling mengasihi dan berbagi diri, perjamuan makan bersama ini menjadi sebuah tayangan ulang dalam waktu nyata penyampaian diri yang mengubah waktu dalam ruang. Entah bagaimana, perjamuan ini kemudian menjadi sumber kesombongan dan perpecahan, sebuah kelekatan pada identitas yang dilindungi, bukan lagi berbagi diri. Yesus memberikan roti pada Yudas.

Kemudian kita diberitahu bahwa kita harus dalam keadaan rahmat untuk dapat menerimanya. Santapan intim menjadi peristiwa hirarkis. Obat menjadi plasebo (obat yang tidak memiliki manfaat terapis, hanya untuk memberi efek psikologis) bagi mereka yang mengira dirinya sehat.
Meditasi memulihkan makna dari perjamuan yang merayakan apa yang memelihara kita. Kehadiran dalam santapan di altar adalah sama dengan santapan kehadiran di dalam hati kita. Yang di dalam dan di luar menjadi satu. Kita disembuhkan karena kehadiran itu nyata.

Santapan tersebut adalah kunci dari makna Salib.

Sumber : www.wccm.org
Diterjemahkan : Sisca Hadiprojo - wccm yk

Tidak ada komentar:

Posting Komentar