Jumat, 20 April 2012

RETRET IMAM : Meditasi Dalam Hidup Berpastoral


Tan Thian Sing, MSF


“Doa batin adalah puncak doa. Di dalamnya Allah melengkapi kita dengan kekuatan melalui Roh- Nya, supaya “manusia batin” diperkuat di dalam kita, dan Kristus tinggal di dalam hati kita oleh iman, dan kita “berakar serta berdasar di dalam kasih” (Ef 3:16-17) (Katekismus Gereja Katolik
no.2714)”

Ketika memberikan pengajaran di rumah Marta dan Maria (Luk 10:38-42), untuk pertama kalinya Tuhan Yesus memberikan pembelaan tentang hidup kontemplatif dalam tradisi Kristiani melawan tuduhan yang sering dilontarkan bahwa cara hidup yang menyendiri dan keheningan dalam kontemplatif adalah egois dan tidak peka terhadap kebutuhan dunia. Lewat pengajaran tersebut, Yesus bukan hanya membela cara hidup Maria yang kontemplatif, tetapi juga menegaskannya dengan berkata: “Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya”.


Sebenarnya Tuhan Yesus tidak menolak cara kerja Marta tetapi lebih kepada keresahannya: “kamu terlalu gelisah dan mengeluh banyak hal”. Lalu Dia menambahkan : “tetapi hanya satu saja yang perlu”. Kita tidak tahu secara persis apa yang dimaksud dengan kalimat “hanya satu saja yang perlu”, mungkin maksudNya adalah untuk memulihkan hubungan antara kedua wanita tersebut di dalam rumah tangga mereka. Marta dan Maria sebenarnya mewakili kedua sisi dari jiwa manusia, yaitu yang aktif dan kontemplatif, yang perlu bersatu dan hidup secara terpadu di dalam kesatuan satu jiwa dan raga. Bila kita masing-masing sebagai pribadi jatuh ke dalam kegiatan yang berlebihan dan melalaikan nilai-nilai kontemplatif, maka bahayanya bisa seperti Marta yang jatuh ke dalam kemarahan dan perilaku yang berlebihan. Bila persatuan dan persahabatan Marta dan Maria terganggu, maka seluruh keutuhan dan ketenangan akan hilang dan demikian juga pesona akan kehadiran Allah dalam hidup menjadi terusik. Jadi, menjalani kehidupan yang kontemplatif berarti kita harus belajar bagaimana menyatukan dan memberikan keseimbangan pada aspek-aspek kehidupan aktif dan kontemplatif yang injili. (Fr. Laurence Freeman OSB: “The Contemplative Parish”)

Karya kerasulan yang dilandaskan pada hidup rohani yang kuat sungguh penting agar memberikan hasil yang baik. Kehidupan rohani yang mendalam merupakan sumber kekuatan dalam berpastoral. Seorang Imam dituntut untuk menjadi sosok yang rohani, bukan hanya sebagai pemberi sakramen tetapi juga sebagai seorang guru doa dalam hal kata dan perbuatan. Seperti Tuhan Yesus yang selalu berdoa dalam keheningan sebelum menjalani tugas pengajaran dan pelayananNya, maka kita semua yang dipanggil untuk ikut bagian dalam tugas perutusanNya perlu menimbah kekuatan dalam keheningan doa kontemplatif. Yesus tidak mengajarkan secara persis bagaiamana berdoa, tetapi memberikan petunjuk bagaimana melaksanakannya: “Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.” (Mat 6:6). Gereja juga senantiasa mengingatkan akan pentingnya doa kontemplatif agar kita semua “berakar serta berdasar di dalam kasihNya.”.

Lewat retret ini, kami mengundang rekan-rekan Imam semua untuk mengenal lebih dalam serta mempratekkan bersama doa kontemplatif atau doa hati seperti yang diajarkan kembali oleh Rahib John Main, OSB (1926- 1982) berdasarkan spritualitas para Bapa Padang Gurun abad keempat dengan harapan doa ini dapat menjadi doa pribadi serta dapat berguna dan membantu kita semua dalam hidup berpastoral dan menjalani hidup imamat kita masing-masing. Bagi para rekan Imam yang telah menjalaninya, retreat ini akan menjadi tempat dan waktu bagi kita untuk berbagi pengalaman serta saling menguatkan dan memperbarui peziarahan rohani kita. Salam damai dalam Kristus,

Tan Thian Sing, MSF
Moderator Nasional Meditasi Kristiani Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar