Rabu, 12 April 2017

Selasa Pekan Suci 2017

WCCM - Lent Reflections 2017
Tuesday Holy Week

Dalam injil hari ini (Yoh 13:21-38), St. Yohanes menjelaskan diskusi tentang pengkhianatan yang terjadi pada Perjamuan Terakhir. Kita perlu mengingat sisi gelap kisah ini jika kita ingin mengenal cahaya yang terbit pada akhir kisah. Sisi gelap ini begitu menjengkelkan kita, sama seperti Iago, koruptor dan pengkhianat dalam buku Shakespeare yang berjudul ‘Othello’, yang menjengkelkan para penonton drama tersebut. Pada akhir drama, setelah ia menghancurkan majikannya, kejahatan Iago dibongkar dan ia dikutuk, tetapi ia menolak untuk menjelaskan motifnya. Ia hanya berkata: ‘Jangan menuntut apa-apa dariku. Apa yang kau tahu, kau tahu. Mulai saat ini dan seterusnya aku tidak akan mengatakan sepatah kata pun.’ Jika kita menginginkan makna, kita harus melihat lebih dalam daripada sekedar motif-motif saja. Kebenaran misteri ini tidak ditemukan dalam  penjelasan. 


Dalam bacaan Yesaya hari ini kita diingatkan kembali tentang pengidentifikasian Yesus dengan nabi jaman dahulu, yang sungguh-sungguh merupakan sosok teladan pelayan yang menderita dan penyembuh yang terluka. Yesaya berkata:

…perhatikanlah, hai bangsa-bangsa yang jauh!
Tuhan telah memanggil aku sejak dari perut ibuku.

Rahasia yang sedang kita cari selalu tentang asal muasal kita. Siapakah aku? Artinya: Dari mana aku berasal? Dan kemudian: ‘Mengapa?’ Tetapi karena jawaban tentang asal kita ada di dalam kondisi pra-linguistik, sebelum saya dilahirkan, maka pertanyaan tentang makna ada di dalam keheningan yang mengikuti sesudah bahasa.

Seperti kisah kita, kisah Yesus memasuki waktu dengan dikandung dan dilahirkan, dengan tubuh-Nya yang dibentuk dalam rahim dan kemudian dilahirkan ke dunia. Kisah yang sama, seperti kisah kita, berakhir dengan nafas terakhir dan pemakaman, di mana Ia didorong kembali ke dalam rahim bumi. Dalam tradisi tanpa iman, tubuh menjadi lebih penting. Memang benar bahwa para ahli moral Kristen Barat seringkali menilai tubuh sebagai barang rongsokan. Tubuh kita penuh dengan godaan dan dorongan. Hal ini bertentangan dengan gagasan kekudusan, yang sangat jauh berbeda dari visi keutuhan bahwa keadaan tanpa tubuh, seperti malaikat sepertinya lebih tinggi.

Ada pengecualian-pengecualian yang tak dapat dihindari, seperti halnya semua teologi Inkarnasi.  Dorongan kemurnian dan gnostik (yang berpandangan benda itu jahat) dalam Kekristenan tidak akan pernah dapat sepenuhnya mengabaikan tubuh. Yesus diangkat ‘dalam tubuh’. ‘Dalam kedaginganku aku akan melihat Tuhan’. Para malaikat lebih dekat dengan Tuhan, tetapi kita lebih menyerupai Tuhan karena ‘kita mempunyai tubuh’. Demikian juga halnya dengan Yesus, dan Tuhan. Di dalam Dia juga, Tuhan menangis, kelelahan dan tidak sabar, minum anggur dan dikasihi, dikhianati dan menderita sengsara.

Tradisi kebijaksanaan lain memandang tubuh dengan lebih serius sebagai suatu sarana pengembangan spiritual. Yoga, Tai Chi, Tantra memiliki kebijaksanaan praktis yang berbasis pada tubuh, yang oleh spiritualitas Kristiani secara umum telah diremehkan. Tetapi tradisi-tradisi Asia, sementara mengandung semacam transformasi, cenderung melihat tubuh fisik sebagai sebuah bungkus, sebuah kendaraan, suatu campuran yang larut kembali ke dalam unsur-unsurnya.  Tubuh Yesus, perlahan berubah menjadi Tubuh Kristus. Dia berevolusi melalui sebuah kebangkitan yang menyingkapkan takdir badani kita masing-masing. Kita mempunyai tubuh spiritual yang kita nantikan. Tetapi seperti yang dikatakan oleh Teilhart de Chardin, ‘roh adalah materi yang berpijar.’ Kita akar bersinar dan kita akan diwujudkan selama-lamanya.

Kedengarannya bagus. Tetapi,  siapa yang tahu pasti, sampai kita mengetahuinya? Sekarang ini kita merenungkan Yesus sebagai pribadi yang bertubuh: seperti kita, berlabuh pada dunia dan saat kini melalui tubuh yang dapat digantikan, yang tidak berfungsi seperti mesin dan yang selalu bersinggungan dengan kodrat terdalam realitas.   

With Love
Laurence

(Diterjemahkan: Lukas Kristanda – WCCM Indonesia)   

Sumber: www.wccm.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar