Jumat, 14 April 2017

Kamis Putih 2017

WCCM - Lent Reflections 2017
Holy Thursday 

Bede Griffith adalah seorang pendukung besar Konsili Vatikan II. Namun, ada sebuah kalimat dalam salah satu dokumen yang dia tidak setuju, yakni yang mengatakan “sumber dan puncak kehidupan Gereja adalah Ekaristi”. Ia mencintai Ekaristi  dan setiap hari merayakannya dengan indah di biara Benediktin di India. Tetapi ia merasa  teologi lebih baik dengan mengatakan bahwa sumber dan puncak Gereja adalah Roh Kudus.


Implikasi yang berbeda dari masing-masing rumusan itu sangat besar. Jika itu Ekaristi, yaitu sebuah sakramen yang bentuk perayaannya dikendalikan oleh otoritas Gereja, hal ini berarti bahwa sumber dan puncak Gereja tergantung pada hukum Gereja dan penyusun hukum tersebut. Tetapi jika kita mengatakah Roh Kudus adalah sumber dan puncaknya - memang ada banyak kebebasan berbahaya yang dilepaskan. Di mana ada Roh Kudus, di situ ada kebebasan.

Hari ini, Kamis Putih, kita mengingat – kita membuat hadir melalui tindakan mengingat yang terkonsentrasi – saat ketika Yesus mengambil roti dan anggur dan menyebutnya sebagai tubuh dan darah-Nya. Dia duduk bersandar di meja perjamuan Paskah bersama sahabatnya, tidak berdiri di belakang altar. Ritual kuno dari transmisi kebijaksanaan yang hidup ini juga berupa perjamuan bagi teman dan keluarga. Perjamuan dimulai dengan suatu peristiwa yang mengejutkan dan bagi beberapa orang sangat mencengangkan saat Yesus bersikeras untuk membasuh kaki murid-murid-Nya, yang disebut-Nya sebagai sahabat, bukan pelayan atau murid-Nya.  Pembalikan hirarki ini mencerminkan pembalikan yang terjadi dalam apa yang menjadi perjamuan agape dari gereja-rumah Kristiani awal dan akhirnya menjadi Sakramen Ekaristi yang lebih formal. Protokol persembahan kurban dibalikkan; seperti yang biasanya terjadi dengan kurban, kurban ini tidak dipersembahkan oleh imam kepada Tuhan atas nama orang banyak. Kurbannya adalah orang yang mempersembahkan kurban dan itulah  persembahan diri  kepada orang-orang di sekeliling meja, yang tak seorangpun dari mereka ditolak oleh roti dan anggur. Bahkan Yudas tidak dikecualikan kan?

Jika kita tidak mendekati  Ekaristi dengan menyadari pembalikan peran yang radikal dan pembalikan tak terduga dalam gagasan dasar tentang kurban, kita dapat dengan mudah mengubahnya menjadi ritual keagamaan yang lain, memperteguh identitas kelompok, dengan peran-peran yang dapat diduga ditampilkan di depan penonton yang pasif. Sayangnya hal ini sering terjadi.  Hal ini menghilangkan kodrat mistiknya. Satu cara untuk menyelamatkan nilai spiritual yang  bergizi dan daya transformasi Misa dari kedangkalan ini adalah dengan membuka kembali dimensi kontemplatifnya – menambah keheningan, berbagi bacaan dua arah bukan hanya satu jalan ke bawah dari mimbar; dan  bermeditasi setelah saat mistik tertinggi setelah roti dan anggur telah disantap.

Beberapa Gereja Kristen meremehkan pentingnya Ekaristi, sedangkan yang lain telah mengeksploitasinya secara berlebihan dengan mengorbankan aspek lain dari doa Kristiani. Pengalaman pribadi saya ialah selama bertahun tahun saya telah mengasihi dan semakin takjub akan misteri Ekaristi yang selalu segar. Semakin banyak yang saya bagikan  secara kontemplatif, jika ada cukup waktu, jeda kudus, mendengarkan bacaan dan memecah Sabda seperti saat kita memecah roti, menghubungkan kehadiran nyata dalam roti dan anggur, dengan kehadiran yang sama  di dalam hati setiap orang yang hadir, kehadiran itu semakin menyentuh dan memuaskan kelaparan dan kehausan spiritual saya. Meditasi menjadi nyata.  

With Love
Laurence

(Diterjemahkan: Lukas Kristanda – WCCM Indonesia)   
Sumber: https://laurencefreeman.me/2017/04/13/holy-thursday/




Tidak ada komentar:

Posting Komentar