Kamis, 13 April 2017

Rabu Pekan Suci 2017

WCCM - Lent Reflections 2017
Wednesday Holy Week

Yesus terkenal untuk sementara waktu dan kemudian ditolak. Kelihatannya Dia tak pernah mendekati banyak orang, hanya mengasihi orang-orang biasa yang dilihat-Nya teraniaya, direndahkan dan dimanipulasi oleh pemimpinnya. Seperti suatu wilayah pemilihan modern di Barat, orang-orang memproyeksikan harapannya akan seorang pemimpin yang kuat  pada diri-Nya untuk sementara. Keberhasilan membiakkan keberhasilan. Semakin banyak orang memuji, kereta musik semakin bergulir. Tetapi kemudian terjadi tabrakan seperti halnya Dia.


Populisme modern, yang selalu berubah-ubah seperti halnya semua gerombolan, mengangkat dan menjatuhkan pemimpinnya yang hebat, begitu mereka  gagal untuk mewujudkan impian-impian mereka. Cinta dapat berubah menjadi benci, secepat dalam politik maupun dalam asmara.

Yesus menghancurkan mitos pemimpin kuat yang biasanya perlu menciptakan mitos di sekeliling dan tentang dirinya. Mitos inilah yang mengarah pada korupsi-diri. Yesus adalah seorang pemimpin yang tidak korup yang tidak berpura-pura menjadi pribadi yang bukan diri-Nya. Dengan hati-hati dan waspada Dia mengungkapkan seluruh kebenaran tentang diri-Nya karena sangat mudah untuk disalahpahami dan disalah gunakan.

Dalam Injil hari ini, saat kita mendekati klimaks kisah tersebut, kita diberi sebuah sudut pandang lain mengenai tema sentral pengkhianatan. Dalam bacaan dari kitab Yesaya kita diberi suatu pemahaman tak terduga tentang kodrat hamba yang menderita yang akan mengantar kita pada kehidupan yang lebih baik melalui paradoks kegagalan dan penolakan. Pemahaman ini menerangi misteri. Kedengarannya aneh atau menyerang, si pemimpin besar adalah seorang hamba yang menderita dan seorang guru yang sekaligus menjadi murid:

‘Tuhan Allah telah memberikan kepadaku lidah seorang murid, supaya dengan perkataan aku dapat memberi semangat baru kepada orang yang letih lesu. Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid. Tuhan Allah telah membuka telingaku.’

Ia telah mengatakan kepada kita tentang diri-Nya selama ini. ‘Sebab Aku berkata-kata bukan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang mengutus Aku, Dialah yang memerintahkan Aku untuk mengatakan apa yang harus Aku katakan dan Aku sampaikan…Ajaran-Ku bukan dari diri-Ku. Ajaran-Ku datang dari Dia yang mengutus Aku.’  Kedengarannya tidak seperti Kristus kapel Sistine atau Pantocrator (‘Yang Maha Kuasa’) tegas dari imajinasi selanjutnya. Inilah kebalikan dari ego menggelembung seorang pemimpin besar.

Teori manajemen modern cenderung mengabaikan gagasan pemimpin besar, dan lebih memilih model yang lebih korporatif (kebersamaan) dan kolaboratif. Jika ada satu model yang bisa, model tersebut lebih cocok dengan Yesus. Dia ingin memberdayakan mereka yang dipimpin-Nya dan menunjukkan jalan dan merintis jalan dengan teladan daripada dengan paksaan. Dia adalah tipe pemimpin yang mentransformasi dataran yang sedang digarap-Nya, untuk membuka cakrawala baru  dan memimpin dengan kekuatan inspirasi yang dihayati oleh team-Nya daripada dipaksa dari luar.
Ini bukan cara gereja selalu memahaminya; dan bukan model yang mudah untuk diikuti semua orang. Kekuasaan menggoda kita semua. Inilah sebabnya gereja menjadi paling menyerupai Yesus jika sangat kurang dalam hal ego.

Jika kita dapat memegang kebenaran tentang Dia ini, kita dapat mengikuti-Nya dengan penuh keyakinan ke manapun Dia menuntun kita.

With Love
Laurence

(Diterjemahkan: Lukas Kristanda – WCCM Indonesia)   

Sumber: www.wccm.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar