Rabu, 01 April 2015

RABU PEKAN SUCI 2015



WCCM Lent Reflections 2015
Wednesday of Holy Week
Mat 26:14-25:
di dalam rumahmulah Aku mau merayakan Paskah  bersama-sama dengan murid-murid-Ku.

Sebenarnya adegan hari ini mengingatkan kita kembali akan pengkhianatan yang memalukan. Ini jelas merupakan unsur penting  atau bahkan menjijikkan dari makna Pekan Suci yang dimaksudkan untuk kita hadapi.

Rasanya seperti mengangkat topik yang secara sosial memalukan dalam percakapan makan malam yang menyenangkan. Anda mengambil resiko untuk menjadi teman yang paling tidak menyenangkan dan tidak akan pernah diundang lagi. Seperti menjatuhkan sepotong daging dari mulut anda dan lebih baik menendangnya ke bawah meja daripada mengambil dan memberikannya kepada teman anda.


Jadi kita akan menghindari topik pengkhianatan yang merupakan kunci dari kisah ini. Sebaliknya mari kita mengingat kembali konteksnya, makan dan persahabatan, meskipun tidak sempurna dan rapuh. Ada orang-orang yang mempunyai karunia untuk menciptakan acara-acara ini. Mereka mengatur makanan dan meja dengan simbolisme yang tepat – tidak terlalu formal tapi tidak terlalu santai. Karunia ini makin langka, seni ramah tamah yang memungkinkan perayaan dan persahabatan terjadi dan disharingkan selama waktu makan. Setiap kesempatan itu menjadi semacam ekaristi.

Mungkin salah satu penyebab hilangnya makna Ekaristi bagi orang-orang sekarang ini, dan mengapa perayaan agama sepertinya tidak bisa dipahami dan hanya permainan kosong, adalah karena kita melihat makanan sebagai kenikmatan pribadi bukan sebagai sharing bersama. Bagi banyak keluarga, terutama di daerah-daerah makmur, duduk dan makan dan berbincang-bincang serta tetap berkumpul bersama sampai akhir acara makan sepertinya sudah menjadi kebiasaan kuno. Selalu ada yang harus dikerjakan di kamarku – mengunduh sesuatu, menonton sesuatu, berkomunikasi lewat media lain – dan kebersamaan di meja makan menjadi semakin tidak menarik saat anda telah makan kenyang.

Namun, makan bersama dengan orang lain adalah inti dari doa. Inilah waktunya – seperti meditasi bersama orang lain atau merayakan ritual seperti yang akan kita mulai besok – ketika kita diberi makan dan disuburkan oleh Pribadi yang adalah makanan itu sendiri. Kita harus tinggal dan menunggu dan membuat diri kita ditunggu. Bagaimanapun juga, yang berkhianat adalah orang yang pertama meninggal meja makan. (Maaf karena mengungkit masalah ini lagi).

Salam kasih
Laurence Freeman OSB
Diterjemahkan : Sisca Indrawati H – WCCM Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar