Laurence Freeman, OSB
"Haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna" (Mat 5:48)
Dengan tantangan seperti tersebut di atas, bagaimana Kekristenan
bisa luntur,
seperti yang sering terjadi, hanya
menjadi panduan moral atau sebuah ideologi lain yang bersaing untuk mendominasi dunia atau bahkan
lebih buruk lagi, menjadi pelarian bagi mereka yang takut akan revolusi roh?
Kesempurnaan itu tidak cuma membingungkan saja. Dalam konteks bacaan di atas, kata tersebut menunjuk pada kasih Allah yang tak terbatas, tak menghakimi yang diuji dalam masalah-masalah manusia lewat kemampuan kita untuk mengasihi orang-orang yang menyakiti atau menolak kita.
Kesempurnaan itu tidak cuma membingungkan saja. Dalam konteks bacaan di atas, kata tersebut menunjuk pada kasih Allah yang tak terbatas, tak menghakimi yang diuji dalam masalah-masalah manusia lewat kemampuan kita untuk mengasihi orang-orang yang menyakiti atau menolak kita.
Kesempurnaan adalah tempat berlindung bagi
agama yang tidak ingin memahaminya dan yang lebih memilih kepuasan ego dengan
membuat aturan-aturan, mengambil kenikmatan dalam menjaganya dan ada kesenangan jahat saat melanggar aturan tersebut.
Jika Allah semudah itu
untuk dipahami, hidup kita menjadi jauh lebih mudah. Tidak akan ada kehausan
yang tak terpuaskan yang ada di pusat keberadaan manusia. Bagaimana mungkin
kita bisa tahan atas undangan pengilahian dari orang asing yang tidak mau
menerima jawaban tidak dan selalu kembali tanpa malu meskipun ditolak lagi?
Yesus sering tidak
sabar terhadap murid-murid-Nya – ‘begitu lambat untuk memahami’. Kita juga
melihat penolakan yang sama dalam waktu kita umumnya memahami meditasi. Ada
banyak buku dan pengajaran yang mengatakan bahwa meditasi itu baik, tentu saja,
sebagai persiapan untuk mendengarkan apa yang Tuhan katakan. Ini merupakan cara yang baik untuk kehilangan
artinya - tidak begitu berbeda dengan
mengatakan bahwa, ya, meditasi itu baik karena membuat kita tidur
lebih nyenyak di malam hari dan menurunkan kolesterol kita.
Memahami bahwa Allah adalah
keheningan, itulah intinya. Tradisi mistik kita mengajarkan hal itu. Tetapi
sepertinya lebih mudah untuk mengikuti jalur yang lebih rumit. Dan mengapa
tetap membawa meditasi ke dalamnya? Bukankah patut selalu dikatakan ulang bahwa
ada jalan pulang ke rumah yang lebih sederhana dan lebih singkat?
(diterjemahkan : Fransisca Hadiprodjo - WCCM Yk)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar