Lent Daily Reflections - Laurence freeman, OSB
Selasa Minggu IV Prapaskah 2013
Saya sedang berbicara dengan seseorang tentang orang lain yang telah
melukai hatinya. Dia berkata 'Aku bisa baik-baik saja dengannya sekarang. Tapi
aku tidak akan pernah memaafkannya'. Pernyataannya : 'tidak akan pernah',
bukannya 'tidak akan dapat'.
Saya terkesan
dengan adanya pertentangan bahkan dengan bangga penegasannya tidak pernah
memaafkan. Seolah-olah dia tahu bahwa dia mempunyai kemampuan untuk memaafkan,
melepaskan dan melanjutkan. Namun, apapun alasannya, dia memilih untuk tinggal
bersama pahit manisnya menyatu dengan perasaan dendam dan marah. Mungkin itu
membuat kita merasa puas bermoral lebih hebat - 'Aku dipihak yang terlukai jadi
aku selalu dipihak benar selama aku menunjukkan rasa dendam itu'. Mungkin juga
tidak banyak kebebasan untuk memilih tidak memaafkan seperti sangkaan kita.
Jadi mengapa
didunia ini kita lebih menyukai kesakitan dan hal-hal negatif masa lalu
bukannya menembusnya dan bertumbuh melanjutkan dengan tenang bijaksana, belas
kasihan dan kedalaman yang baru? Tidak ada alasan yang baik; tetapi kita selalu
saja menemukan alasan. Siapakah yang dengan sengaja pernah melakukan suatu hal
buruk tanpa melakukan pembelaan diri atau pembenaran untuk itu?
Selalu mudah untuk
memoles yang tidak masuk akal dan merusak diri sebagai sesuatu yang masuk akal
dan sehat. Meskipun membiarkan kemarahan dan dendam melekat pada diri kita
hanya akan mengaburkan siapa diri kita dan mengurangi kemampuan kita untuk
menjadi apa. Dalam kemanusiaan aku telah bersama aku pengertiannya adalah
menciutkan. Pernyataannya - yang tidak masuk akal, menatap dengan sorot mata
yang jahat - bukanlah suatu ungkapan yang jahat melainkan kecilnya rasa
tanggung jawab.
Seperti anak bungsu
dalam kisah anak yang hilang, bila kita turutkan kehendak kita dan kemudian
jatuh sakit karena berlebihan, kita mengira kita pantas dihukum - oleh kelompok
kita atau orang lain atau oleh Allah. Sepertinya kita tidak pantas untuk
dimaafkan dan dipulihkan dalam hubungan dengan kesalahan yang telah kita
lakukan. Tidak mengherankan,bila kita juga menerapkan pedoman keadilan
sederhana yang sama pada orang lain. Ukuran yang kita terapkan pada diri kita
akan dipakai menjadi ukuran pada orang lain.
Sebenarnya -
seperti yang dapat diungkapkan disetiap meditasi kepada kita - kasih itu
mengalir berlimpah tak terbatas. Pengampunan siap setiap saat. 'Kerajaan Allah
sudah dekat' - itulah refren yang diucapkan setiap hari selama masa Prapaskah.
sumber : www.wccm.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar