oleh : Laurence Freeman, OSB.
Dia selalu mengasihi mereka yang menjadi miliknya di dunia, namun sekarang Dia menunjukkan betapa sempurna kasih-Nya itu.
Pada ritual perjamuan
terakhir yang Yesus adakan bersama sahabat-sahabat-Nya, Dia merayakannya dengan
penuh semangat dan kasih sehingga Dia menjadi santapan. Simbol roti dan anggur,
buah-buah hasil bumi dan bahan pokok makanan lokal sehari-hari, muncul sebagai
makanan dan perayaan.
Ketika kita merayakan sesuatu yang memelihara kita, kita mengungkapkan kepuasan secara mendalam dan sepenuh hati dengan apa yang ada. Kita tidak memimpikan hal-hal lain di luar jangkauan kita atau memproyeksikan harapan-harapan kebahagiaan kita pada masa depan. Dan jika kita ingin berbuat lebih jauh dengan membagikan apa yang kita miliki secara adil dan merata, kita membuat persekutuan kebahagiaan sejati yang berbeda. Suatu kepuasan yang menyelimuti dan transenden. Dalam kebahagiaan itu kita merasakan kecemasan hati manusia ditransendensikan, bersama dengan semua kekhawatiran dan hasrat, dalam sebuah kepastian yang utama dan intim bahwa kita aman di dalam kasih orang-orang yang bersama kita.
Saat Dia mengadakan
ritual sederhana yang menunjukkan rakyat dan budaya-Nya, roti kering dan anggur
meja menjadi semua yang Dia rasakan dan apa adanya Dia. Apa lagi yang dapat
kita katakan pada orang-orang yang kita kasihi selain ‘Aku memberikan tubuh-Ku
dan semua makna tentang siapa Aku bagimu’? Dalam penyampaian diri ini, dalam
sebuah ritual yang dibuat nyata secara mistik oleh ketulusan hati dari
intensitas yang difokuskan, yang lokal menjadi universal. Peristiwa ini terikat
oleh saat tertentu yang bergerak ke dalam saat kini abadi. Sebuah sakramen.
Setelah perjamuan
terakhir pertama, para penerus para rasul meneruskan penyampaian ini. Perjamuan agape terlahir.
Dalam tindakan saling mengasihi dan berbagi diri, perjamuan makan bersama ini
menjadi sebuah tayangan ulang dalam waktu nyata penyampaian diri yang mengubah
waktu dalam ruang. Entah bagaimana, perjamuan ini kemudian menjadi sumber
kesombongan dan perpecahan, sebuah kelekatan pada identitas yang dilindungi,
bukan lagi berbagi diri. Yesus memberikan roti pada Yudas.
Kemudian kita diberitahu
bahwa kita harus dalam keadaan rahmat untuk dapat menerimanya. Santapan intim
menjadi peristiwa hirarkis. Obat menjadi plasebo (obat yang tidak memiliki
manfaat terapis, hanya untuk memberi efek psikologis) bagi mereka yang mengira
dirinya sehat.
Meditasi memulihkan
makna dari perjamuan yang merayakan apa yang memelihara kita. Kehadiran dalam
santapan di altar adalah sama dengan santapan kehadiran di dalam hati kita.
Yang di dalam dan di luar menjadi satu. Kita disembuhkan karena kehadiran itu
nyata.
Santapan tersebut adalah
kunci dari makna Salib.
Sumber : www.wccm.org
Diterjemahkan : Sisca Hadiprojo - wccm yk
Sumber : www.wccm.org
Diterjemahkan : Sisca Hadiprojo - wccm yk
Tidak ada komentar:
Posting Komentar