Lent Daily Reflections - Laurenca Freeman, OSB
RABU MINGGU V PRAPASKAH 2013.
Kecanggihan adalah suatu sifat yang berbahaya
dan seringkali menipu. Yang tampaknya canggih - sopan, cerdik, cerdas, duniawi
- sebenarnya bisa jadi sangat bodoh dan naif.
Kata itu
menunjukkan kebijaksanaan (sofia). Tetapi jika diterapkan pada lulusan sekolah
filsafat, kata tersebut dihubungkan dengan mencari uang dari mengajarkan
kebijaksanaan dan dengan merumitkan serta memalsukan kemurnian kebenaran.
Banyak lembaga pendidikan tinggi kita sekarang ini juga sangat canggih dan
rumit organisasinya. Mereka mempunyai anggaran besar dan dijalankan dengan
tujuan perolehan uang tetapi mereka tidak lagi membangkitkan dan memelihara
cinta akan kebenaran dan semangat belajar siswanya.
Agama punya nasib
yang sama dengan pendidikan ketika menjadi sangat canggih. Teologi yang
njlimet, penyembahan menurut aturan Farisi, cara-cara penyembahan yang tidak
manusiawi menggantikan spiritualitas sebenarnya.
Menjelang hari-hari
terakhir masa Prapaskah, bacaan-bacaan kitab suci membawa kita lebih dalam
memasuki kesadaran diri tentang Yesus yang nyata sungguh bijaksana namun tidak
canggih. Inilah yang membuat Yesus luar biasa namun penuh perasaan yang
pengalamannya mendunia dan sangat penting bagi lintas budaya. Kita mendengarkan
sabda-Nya dengan penuh perhatian dan memandang dengan takjub akan kehidupan dan
kematian-Nya bukan karena Dia berbicara dengan tutur kata halus dan lancar
tetapi karena alasan-alasan lainnya.
Kecanggihan
seringkali menutupi keraguan diri dan kebingungan yang kuat. Yesus adalah
seorang guru semesta karena dia sangat jelas mengenal dirinya sendiri. Oleh
karena itu Dia menyampaikan kesederhanaan dan kebenaran pribadinya sehubungan
dengan semua pengalaman kebenaran itu sendiri. Orang seperti itu tampil
mencolok karena mereka sepantasnya dipercaya. Sebaliknya, orang yang terlalu
canggih suka mengejek dan tidak mempercayai apapun. Orang sederhana adalah
prajurit yang senjata satu-satunya adalah kasih. Dengan alasan itu juga, mereka
terlihat - dan ditolak - sebagai orang yang bodoh atau yang sangat berbahaya.
Meditasi bukan
untuk orang-orang yang canggih. Untuk belajar bermeditasi kita perlu
mempercayakan diri kita pada kesederhanaan murni dari kebenaran yang kita temui
dari pengalaman kita sendiri. Bahkan melebihi kekuatan wawasan atau kata-kata
bijak orang lain, dan jauh lebih dalam dari pada kecerdasan duniawi, yang
merupakan penyatuan pengalaman diri kita sendiri inilah yang menjadikan kita
hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar