Jika kita tidak memahami dosa maka
kita tidak akan memahami rahmat. Dan jika kita tidak memahami rahmat maka kita
akan tetap terpenjara dalam allah model Newton tentang sebab dan akibat.
Untungnya, dosa dan rahmat saling menerangi. Pertama-tama kita perlu memisahkan
dosa dari hukum. Dengan kata lain, kita perlu memahami bahwa dosa lebih dari
sekedar melanggar hukum yang mendatangkan hukuman dari luar diri kita. Dosa
membawa hukumannya sendiri. Jika ada penghukum yang lain, itu hanyalah gambaran
tertutup dari orang tua yang kudus, imam, guru ataupun orang asing yang ditakut-takuti.
Bagaimanapun juga, ‘Allah itu
seperti matahari yang baik terhadap yang tidak tahu berterima kasih dan jahat’
– setidaknya dalam cara Yesus memahami Allah. Mungkin kita tahu lebih
tahu dan tetap yakin bahwa akal sehat menuntut setiap Allah yang dapat kita
pahami memberi berkat pada yang baik dan menghukum yang jahat. Lalu, dosa itu
apa? Apakah perpecahan universal dalam kodrat manusia yang membuat kita
memandang segala sesuatunya ada dua? Retakan di kaca jendela membiaskan apa
saja yang kita amati karena kita mengamatinya. Dari mana datangnya retakan
tersebut? Dimana letak rasa bersalah jika, sebenarnya, ada rasa bersalah yang
terlibat? Kita tidak akan mengetahui jawaban teka teki tertua ini sampai kita
tersentuh oleh rahmat.
Laurence Freeman OSB
sumber : WCCM Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar