"Aku tidak lagi memanggil engkau
hamba. Aku memanggilmu sahabat karena Aku telah memberikan segala yang Aku
pelajari dari Bapa-Ku denganmu."
Pemberian diri-Nya dalam perjamuan
ritual pada dasarnya sama dengan persembahan yang Dia buat dengan kematian-Nya
di Salib. Konteks perjamuan adalah komunal dan intim, sebuah acara keluarga.
Hanya yang merasa bahwa mereka adalah murid-Nya akan mau ikut serta dalam
perjamuan ini – meskipun Dia tidak akan mungkin menolak setiap orang lapar yang
kebetulan ada di sana.
Di Kalvari pemberian diri yang sama meluas sampai global dan bahkan sampai lingkup kosmik. Salib adalah peningkatan dari Perjamuan Terakhir namun keduanya pada dasarnya dan tepatnya adalah pribadi. Kita tidak membayangkan sesuatu yang intim sebagai sebuah peristiwa dalam lingkup kosmik tetapi dalam kasus ini kita harus mencoba untuk membayangkannya. Pemahaman sepenuhnya tergantung pada karunia pemberian diri yang tidak dibatasi dan memutus semua batasan.
Di Kalvari pemberian diri yang sama meluas sampai global dan bahkan sampai lingkup kosmik. Salib adalah peningkatan dari Perjamuan Terakhir namun keduanya pada dasarnya dan tepatnya adalah pribadi. Kita tidak membayangkan sesuatu yang intim sebagai sebuah peristiwa dalam lingkup kosmik tetapi dalam kasus ini kita harus mencoba untuk membayangkannya. Pemahaman sepenuhnya tergantung pada karunia pemberian diri yang tidak dibatasi dan memutus semua batasan.
Karunia persahabatan-Nya mengubah
pengalaman manusia akan Allah dengan sangat berbeda dari para penyembah
kerajaan absolute atau karyawan konglomerat. Jika sosok yang berkuasa tiba-tiba
merangkul anda dan memanggil anda sebagai teman anda mungkin akan tersanjung
namun anda juga curiga bahwa dia hanya memanfaatkan anda. Namun jika orang yang
melakukannya berada pada posisi kekuasaan paling rendah dan membuka keintiman
dari tempat yang paling rapuh ini, pilihan untuk menerima atau menghindarinya adalah
sebuah pilihan yang menentukan siapa diri anda dan juga Dia.
Inilah pendekatan psikologis Kamis
Putih. Yang mistik itu lebih dalam dan lebih sejati. Bagaimana sebuah ritual
dan unsur-unsur perjamuan tiba-tiba dapat menjadi kekuatan materi spiritualisasi
yang menyehatkan jiwa, memberi makan hati yang merindukan cinta dan menciptakan
komunitas orang-orang yang saling tidak mengenal? Tak seorang pun perlu
membuktikannya – kecuali dalam ranah pengalaman mereka sendiri. Realitas
Ekaristi menyapu pemikiran rumit dan aturan-aturan legalistik
dalam rasa syukur yang dilepaskan dalam diri mereka yang
hanya berbagi roti dan anggur.
Laurence Freeman OSB
Sumber : WCCM Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar