‘Saudaramu’ kata Yesus kepada
Marta ‘akan bangkit.’ Kata Marta kepada-Nya, ‘Aku tahu bahwa ia akan bangkit
pada wkatu orang-orang bangkit pada akhir zaman.’ Jawab Yesus: ‘Akulah
kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia
sudah mati, dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku tidak akan
mati selama-lamanya. Percayakan engkau akan hal ini?’
Kita tidak tahu seberapa tinggi
Yesus atau apa makanan kesukaan-Nya. Dalam hal pemahaman kepribadian modern
kita tidak tahu apa-apa. Kita bahkan tidak tahu kalimat sebenarnya yang
diucapkan-Nya – kita menganggap Dia berbicara dengan bahasa Aram tetapi
perkataan-perkataan Yesus dicatat pertama kali menggunakan bahasa Yunani dan
terjemahan baru dalam bahasa kita sekarang ini sepertinya bermunculan setiap
beberapa tahun sekali (setiap kali lebih panjang sedikit dari yang sebelumnya).
Untuk semua alasan tersebut saja, gagasan untuk mempercayai Yesus menimbulkan
sikap skeptis yang mendalam. Kita bahkan mungkin memandang rendah mereka yang
benar-benar percaya.
Apakah yang dimaksud Yesus percaya
kepada-Ku atau beriman kepada-Ku? Kedua hal tersebut berbeda hanya jika kita
mau berserah sedikit dalam kesadaran gaya selebriti kita yang sarat dengan
media. Beriman pada seseorang berarti menyerahkan kesadaran sok tahu kita dan
mengakui bahwa kita mungkin kurang tahu atau tidak tahu apa-apa – bahwa kita
siap untuk tidak berilusi. Terkadang hal ini terjadi langsung. Terkadang
memakan waktu seumur hidup. Seringkali, pada zaman kita sekarang ini, kita
harus menunggu sampai hembusan napas yang terakhir. Apakah meditasi masa
Prapaskah membuat pengalaman iman tempat semua kepercayaan harus
bergantung ini berbeda?
Ya, memang.
Laurence Freeman OSB
sumber : WCCM Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar