Lukas 6:36-38:
“Berilah dan
kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan
yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu.”
Inilah moralitas dasar,
sebuah variasi dari aturan emas semua tradisi wisdom – perlakukanlah orang lain
sebagaimana engkau ingin diperlakukan. Aturan ini menjamin dunia yang adil dan
damai. Sebagai moralis Yesus tegas dan menuntut namun tidak aneh-aneh.
Berita akhir-akhir ini
telah membuat kita depresi dengan bertambahnya kisah-kisah umum tentang keserakahan,
bankir yang tidak jujur dan politisi munafik yang mencari keuntungan sendiri.
Kita mengharapkan mereka, jika tidak lebih baik dari kita, setidaknya lebih
baik dalam meloloskan diri dari hal-hal negatif tersebut atau atau menjaga
nafsu keserakahan mereka di bawah ukuran kendali tertentu. Mereka kekurangan
moralitas dasar dan kesusilaan dengan mencoba mengutip frasa Yesus tentang
‘takaran yang baik’ tanpa melaksanakan takaran yang sama. Mereka nyaris tidak
dapat disalahkan karena dinobatkan dan dipermalukan, meskipun kita yang
melakukannya harus memeriksa balok di mata kita sebelum kita menghakimi dan
mengutuk. Bagaimanapun juga sulit bagi kita untuk berhenti meneguk begitu anda
memulainya. Apakah kita mengutuki prinsipnya ataukah takarannya? Di samping
saya ada satu mangkok popcorn saat saya menulis dan saya dapat membuktikannya.
Tapi, dalam ajaran hari
ini sang Guru juga menyatakan inti mistik moralitas. Itulah sebabnya Vaclav
Havel berbicara tentang perlunya transendensi dalam dunia postmodern. Karena
kita sekarang telah berpindah dari postmodern, kita mungkin menghubungkannya
dengan kebutuhan mistis dalam masyarakat sekular. Kita memerlukannya karena
memang ada di sana dan kita tidak dapat dipuaskan dengan membiarkan kebenaran
tersebut ditindas.
Moralitas mengatakan
untuk memperlakukan orang lain seperti engkau ingin diperlakukan. Hal ini
membuat kita dapat berkata, jika tidak terjadi, maka mata ganti mata (balas
dendam). Jadi kita perlu melihat yang mistik, yang transenden, yang mendasari
moral tersebut. (Mengusung keadilan dengan kasih). Dalam ungkapan tentang
takaran yang baik inilah ‘yang tumpah keluar akan dicurahkan ke dalam
ribaanmu’.
Takaran yang tak dapat
diukur karena tumpah keluar dari wadah. Transenden. Misteri karunia altruistik
(mendahulukan kepentingan orang lain), kemurahan hati sejati. Dan perhatikan
‘dicurahkan ke dalam’. Bukan hasil yang diperoleh, bukan hasil yang
dipanen, bukan kebetulan atau sekedar sebab dan akibat. Apa yang dicurahkan?
Dan bukan ke dalam
rekening karma semesta anda. Ke dalam ribaanmu.
(Ya,
mangkoknya kosong).
Salam kasih,
Laurence Freeman OSB
Diterjemahkan : Sisca Indrawati H - WCCM Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar