WCCM Lent
Reflections 2015
Wednesday 4th
Week Lent
Yoh 5:17-30:
“Aku tidak
menuruti kehendak-Ku sendiri, melainkan kehendak Dia yang mengutus Aku.”
Sahabat adalah orang
yang ada bagi kita saat kita membutuhkan
mereka. Seringkali kita tidak tahu siapa teman sejati kita di antara
orang-orang yang kita kenal sampai suatu situasi membuktikannya. Orang yang
kita kira dapat kita andalkan tidak bisa hadir atau duduk bersama saat kita
membutuhkan orang untuk mendampingi kita. Sedangkan yang lain, yang tidak kita
hargai sebelumnya, justru menunjukkan kedalaman kasih dan dukungan yang tak
terduga.
Menjadi ada/hadir untuk
sahabat ini berlaku tidak hanya pada saat peristiwa eksternal menguasai kita
dan kita merasa putus asa dan sendiri. Sahabat juga, pada waktu tertentu,
menyelamatkan kita dari diri kita sendiri. Tekanan batin yang naik turun bisa
membahayakan diri kita dengan ledakan batin. Seorang sahabat mengenal diri kita
dengan baik sehingga dapat mengenali bahaya tersebut dan tidak meninggalkan
kita bahkan ketika kita mengusir mereka pergi.
Mereka mau menunggu dan tidak sakit hati. (Kasih itu sabar dan murah
hati). Jika kita tidak menggapai teman kita yang menderita dalam keterasingan
jenis ini, bahkan ketika mereka menolak tawaran bantuan kita, berarti gagal
terhadap diri kita sendiri, sahabat kita dan persahabatan itu sendiri.
Seperti relasi yang
digambarkan oleh Yesus tentang diri-Nya dengan Bapa-Nya, persahabatan itu
seperti Cloud digital. Segala sesuatu yang ada di bawah sini disimpan di atas,
tanpa wilayah, tapi dapat diakses dari lokasi fisik manapun dan pada setiap
saat. Kedua sahabat ada bersama dalam Cloud. Tapi mereka juga adalah
pribadi-pribadi, menghidupi persahabatan dalam seluruh situasi kehidupan yang
berubah.
Hal ini mungkin cukup
membantu untuk memahami mengapa cara berelasi dengan Bapa yang digambarkan
Yesus terdengar begitu dalam dan intim dan jauh di luar jangkauan kita. Dalam
dimensi kesadaran tertentu, dalam istilah fisik kita menemukan diri kita dalam
‘cakrawala peristiwa’. Sebagai pengamat, kita merasa semua itu tidak masuk akal
dan jauh; kita merasa seolah-olah sedang dalam perjalanan ke suatu tempat yang
tidak memungkinkan untuk kembali lagi. Namun jika kita berhenti berusaha untuk
mengamati, kita tiba-tiba merasa berada di rumah dan damai seperti yang belum
pernah kita rasakan sebelumnya.
Kita perlu melatih diri
untuk kebangkitan ini. Inti dari Masa Prapaskah adalah latihan untuk tetap
lebih sadar dan waspada dalam kehidupan sehari-hari sehingga kita mengalami
betapa hidup itu luar biasa. Inilah sudut pandang lain untuk melihat meditasi
sebagai makna spiritual Masa Prapaskah.
Salam Kasih
Laurence Freeman OSB
Ditejemahkan : Sisca
Indrawati H – WCCM Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar