Dalam
salah satu ajaran Shantidewa, guru besar agama Budha, dia bertanya 'apa artinya
menjaga tubuh?' Jawabannya hanya 'melepaskan segala yang merugikan.' Dalam masa
Prapaskah kita menerapkan kebijaksanaan tersebut pada diri kita dengan cara
sederhana ataupun besar-besaran kita melatih indera dengan kekuatan pencukupan
atau berusaha memutus kebiasaan buruk.
Latihan ini tidak kita lakukan untuk memberi rasa sakit atau tidak nyaman pada diri kita melainkan supaya dimensi fisik kita dapat bertindak seperti alat musik yang sudah disetel dan menghasilkan nada yang maksudkan.
Latihan ini tidak kita lakukan untuk memberi rasa sakit atau tidak nyaman pada diri kita melainkan supaya dimensi fisik kita dapat bertindak seperti alat musik yang sudah disetel dan menghasilkan nada yang maksudkan.
Pertunjukkan
yang bagus bahkan bisa juga diharapkan dari sebuah alat musik rusak yang
kondisinya masih tetap dijaga. Hal ini berlaku juga bagi tubuh kita - dan ego
yang selalu dihubungkan dengannya - dapat menjadi sarana transendensi diri dan
pemberian diri. Dalam Kisah Sengsara, Yesus digambarkan sedang menyerahkan
diri-Nya bagi kita. Suatu tingkat keseimbangan dan integritas pribadi yang
tinggi diperlukan untuk mencapainya. Biasanya kita meminjamkan diri kita hanya
untuk sementara dengan segala keterbatasan. Tetapi menyerahkan diri lebih dari
itu. Menjaga tubuh dimaksudkan untuk menjadikan tubuh dapat menjadi sarana
seutuhnya bagi karunia diri.
Laurence
Freeman OSB
sumber : WCCM Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar