Yesus mendengar mereka telah
mengusirnya, dan ketika Yesus menemukan orang itu, Dia berkata kepadanya,
‘Percayakah engkau kepada Anak Manusia?’ Jawabnya ‘Siapakah Dia, Tuhan, supaya
aku percaya kepada-Nya’. Kata Yesus kepadanya ‘Engkau bukan saja melihat Dia!
Dia yang sedang berbicara dengan engkau, Dialah itu! Kata orang itu, ‘Aku
percaya, Tuhan!’ Lalu ia sujud menyembah Yesus.
Apakah Allah mempunyai orang yang
berkenan? Jika benar, maka orang tersebut adalah orang yang telah diusir oleh
sesamanya manusia dan membiarkannya menderita sendiri. Bagi mereka yang
terpinggirkan, pada tepian rasa putus asa, telah menunggu rahmat yang tidak
tersedia begitu saja bagi mereka yang menikmati ilusi kekuasaan dan otonomi.
Namun bahkan pada batas kehormatan tersebut, dimana masyarakat memberhentikan
perlindungan yang diberikan kepada anggotanya, rahmat datang dalam bentuk
pertanyaan ataupun pilihan. Jika rahmat tidak dipilih dan diterima dengan
bebas, maka akan menjadi sebuah pemaksaan dan Allah mencipta dan mencipta ulang
tetapi tidak melindungi.
Orang buta yang sudah disembuhkan
oleh Yesus menjadi korban politik agama dan dicari oleh penyembuhnya untuk
menuntaskan keajaiban. Penderitaan, kehilangan status dan masa depan dapat
menciptakan kondisi ideal untuk transendensi, meskipun tak seorang pun akan
memilihnya. Kata kunci untuk pada titik kemiskinan ini adalah ‘percaya’.
Percaya di sini bukan tentang persetujuan intelektual melainkan keputusan untuk
tetap terhubung pada kenyataan sekecil apapun yang tersisa bagi anda. Jika anda
mengatakan ‘ya’ ditengah-tengah semua penyangkalan maka kebenaran akan
terungkap bagi anda, laksana hujan kelopak mawar yang jatuh dari langit kosong.
Mata anda terbuka dan anda melihat tanpa ego.
Laurence
Freeman OSB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar