“Doa
batin adalah puncak doa. Di dalamnya Allah melengkapi kita dengan kekuatan
melalui Roh- Nya, supaya “manusia batin” diperkuat di dalam kita, dan Kristus
tinggal di dalam hati kita oleh iman, dan kita “berakar serta berdasar di dalam
kasih” (Ef 3:16-17) (Katekismus Gereja Katolik
no.2714)”
Ketika
memberikan pengajaran di rumah Marta dan Maria (Luk 10:38-42), untuk pertama
kalinya Tuhan Yesus memberikan pembelaan tentang hidup kontemplatif dalam
tradisi Kristiani melawan tuduhan yang sering dilontarkan bahwa cara hidup yang
menyendiri dan keheningan dalam kontemplatif adalah egois dan tidak peka
terhadap kebutuhan dunia. Lewat pengajaran tersebut, Yesus bukan hanya membela
cara hidup Maria yang kontemplatif, tetapi juga menegaskannya dengan berkata:
“Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari
padanya”.
Sebenarnya
Tuhan Yesus tidak menolak cara kerja Marta tetapi lebih kepada keresahannya:
“kamu terlalu gelisah dan mengeluh banyak hal”. Lalu Dia menambahkan : “tetapi
hanya satu saja yang perlu”. Kita tidak tahu secara persis apa yang dimaksud
dengan kalimat “hanya satu saja yang perlu”, mungkin maksudNya adalah untuk
memulihkan hubungan antara kedua wanita tersebut di dalam rumah tangga mereka.
Marta dan Maria sebenarnya mewakili kedua sisi dari jiwa manusia, yaitu yang
aktif dan kontemplatif, yang perlu bersatu dan hidup secara terpadu di dalam
kesatuan satu jiwa dan raga. Bila kita masing-masing sebagai pribadi jatuh ke
dalam kegiatan yang berlebihan dan melalaikan nilai-nilai kontemplatif, maka bahayanya
bisa seperti Marta yang jatuh ke dalam kemarahan dan perilaku yang berlebihan.
Bila persatuan dan persahabatan Marta dan Maria terganggu, maka seluruh
keutuhan dan ketenangan akan hilang dan demikian juga pesona akan kehadiran Allah
dalam hidup menjadi terusik. Jadi, menjalani kehidupan yang kontemplatif
berarti kita harus belajar bagaimana menyatukan dan memberikan keseimbangan
pada aspek-aspek kehidupan aktif dan kontemplatif yang injili. (Fr. Laurence Freeman
OSB: “The Contemplative Parish”)
Karya
kerasulan yang dilandaskan pada hidup rohani yang kuat sungguh penting agar
memberikan hasil yang baik. Kehidupan rohani yang mendalam merupakan sumber
kekuatan dalam berpastoral. Seorang Imam dituntut untuk menjadi sosok yang rohani,
bukan hanya sebagai pemberi sakramen tetapi juga sebagai seorang guru doa dalam
hal kata dan perbuatan. Seperti Tuhan Yesus yang selalu berdoa dalam keheningan
sebelum menjalani tugas pengajaran dan pelayananNya, maka kita semua yang
dipanggil untuk ikut bagian dalam tugas perutusanNya perlu menimbah kekuatan
dalam keheningan doa kontemplatif. Yesus tidak mengajarkan secara persis
bagaiamana berdoa, tetapi memberikan petunjuk bagaimana melaksanakannya: “Tetapi
jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah
kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang
tersembunyi akan membalasnya kepadamu.” (Mat 6:6). Gereja juga senantiasa mengingatkan
akan pentingnya doa kontemplatif agar kita semua “berakar serta berdasar di
dalam kasihNya.”.
Lewat
retret ini, kami mengundang rekan-rekan Imam semua untuk mengenal lebih dalam
serta mempratekkan bersama doa kontemplatif atau doa hati seperti yang
diajarkan kembali oleh Rahib John Main, OSB (1926- 1982) berdasarkan
spritualitas para Bapa Padang Gurun abad keempat dengan harapan doa ini dapat
menjadi doa pribadi serta dapat berguna dan membantu kita semua dalam hidup
berpastoral dan menjalani hidup imamat kita masing-masing. Bagi para rekan Imam
yang telah menjalaninya, retreat ini akan menjadi tempat dan waktu bagi kita
untuk berbagi pengalaman serta saling menguatkan dan memperbarui peziarahan
rohani kita. Salam damai dalam Kristus,
Tan Thian Sing, MSF
Moderator Nasional
Meditasi Kristiani Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar