Laurence
Freeman OSB
Sekarang
ini anda mungkin melihat orang-orang dalam bus atau kereta bawah tanah atau
sedang menunggu di sebelah mesin fotocopy dengan tanda hitam di dahi mereka. Seperti
melihat seseorang yang bermeditasi di terminal bandara atau ruang tunggu, anda
mengenali mereka sebagai teman seperjalanan dalam perjalanan rohani, bukan
hanya sekedar orang asing yang lewat di malam hari. Tanda tersebut bukanlah
suatu tanda rahasia atau tanda kelompok khusus tetapi hanya sedikit saja orang
yang memahaminya.
Kita
menerima abu untuk mengingatkan kita supaya tidak membuang-buang waktu.
“Ingatlah, engkau hanyalah debu dan akan kembali menjadi debu. Bertobatlah dan
percayalah pada Injil.”
Kedengarannya
memang aneh, kata-kata yang diucapkan saat abu diberikan tersebut memberi rasa
lega dan harapan karena kata-kata tersebut mengingatkan kita akan suatu
kebenaran yang begitu mudah dilupakan, kebenaran yang tidak enak untuk didengar
oleh budaya penyangkalan kita. Kita banyak menelan gambaran kematian dan
kekerasan sebagai hiburan tetapi hal yang nyata kita singkirkan seperti sampah.
Tradisi spiritual mengajarkan kita bahwa kewaspadaan akan kematian meningkatkan
kejelasan perbedaan hidup dan kemampuan kita untuk menghidupinya secara penuh.
Debu di dahi mengingatkan kita bahwa satu-satunya jalan untuk hidup sebenarnya
adalah hidup pada saat kini. Tidak ada waktu sementara, masa lampau dan masa
akan datang, yang hilang atau disia-siakan saat kita mengalaminya di masa
sekarang.
Bertepatan
dengan dimulainya masa Prapaskah pada hari ini, inilah kesempatan – untuk
berkomitmen kembali dan memperbaharui diri kita sebagai makhluk spiritual dalam
perjalanan manusia. Jika anda tidak dapat mendapat abu, buatlah tanda salib di
dahi anda sendiri atau mintalah teman untuk melakukannya, ulangilah kata-kata
yang dirancang untuk membangkitkan kita. Jika anda bermeditasi,
perbaharuilah komitmen anda pada periode hening dan diam pada pagi dan petang
hari. Jika anda mulai dan berhenti, mulailah lagi. Jika anda belum memulainya,
jangan buang-buang waktu.
Diterjemahkan oleh : Fransisca Hadiprodjo - WCCM Yogya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar