WCCM - Lent Reflections 2017
Monday Lent Week Five
Pengunjung Gereja hari ini mendapat bacaan Injil panjang yang lain.
Kisah penyembuhan Lasarus dalam Yohanes (11:1-45) benar-benar perlu direnungkan
untuk dapat menghargai kekayaan lapisan-lapisannya. Kisah tersebut menjelaskan
kematian mendadak seorang sahabat yang dikasihi Yesus dan ikut berbagi rasa
Yesus dalam duka dua saudara perempuannya: Martha yang aktif dan Maria yang
kontemplatif.
Kisah ini menampilkan Yesus pada puncak kuasa dan puncak kerapuhan
manusiawi-Nya. Ia dicengkeram mendalam oleh kehilangan tersebut, lebih dalam
dari kata-kata. Kita diberi tahu bahwa Ia mendesah - langsung dari hati-Nya.
Apa yang dapat kita katakan saat kita
kehilangan seseorang yang kita kasihi? Kita tidak tahu apakah mereka
telah menguap begitu saja atau terjun ke dalam tingkat realitas yang lebih
dalam dimana kita masih terlalu kotor atau kurang tercerahkan untuk
menembusnya. Rasa ditinggalkan menimbulkan lapisan-lapisan kenangan
sebelum-kesadaran tanpa henti. Desahan tanpa kata-kata mengungkapkan rasa sakit
kekosongan yang menyebabkan air mata keluar. Dan kita diberitahu, dalam ayat terpendek
dari keempat Injil, bahwa ‘Yesus menangis’.
Beberapa orang menggunakan kedua kata ampuh ini dalam daftar umpatan
kecil yang mewarnai pidato mereka saat mengemudi atau salah menghapus e-mail.
Dapat dimaklumi jika hal ini bisa menyinggung orang-orang yang saleh, tetapi
bisa juga dianggap sebagai ungkapan doa, meskipun tak disadari, dari empati
yang dimiliki Jesus terhadap penderitaan manusia. Air mata Yesus bagi Lazarus,
kita rasa, timbul bukan hanya dari kesedihan pribadi yang Dia rasakan karena kehilangan
seseorang yang dikasihi, tetapi juga dari pencelupan diri-Nya ke dalam seluruh
lautan kepedihan manusia. Jika kita terluka, kita sakit bersama dengan seluruh
orang yang sedang sakit atau pernah tersakiti menembus kedua dimensi waktu dan
ruang.
Ketika Aeneas menatap pada sebuah mural yang melukiskan adegan perang
dan kematian teman-temannya, dia digerakkan untuk mengatakan: ‘Ada air mata
dalam benda-benda dan benda-benda fana menyentuh pikiran’. Air mata
benda-benda. Kemanusiaan kita akan merosot jika kita tidak dapat merasakan dan
menghargainya kapanpun dan bagaimanapun kita menjumpai penderitaan. Mungkin
karena itulah kita menikmati berita buruk, untuk membuat kita merasa bahwa kita
masih dapat merasakan bahkan di dalam budaya media yang melenceng dan
terstimulasi secara berlebihan.
Empati atau belas-kasih membentuk sebagian dari berita mendalam yang
tersembunyi dalam hal-hal biasa, tak peduli apakah jeda berita itu terasa baik
atau buruk. Air mata adalah gelombang energi yang membawa penyembuhan dan
kehidupan baru. Setelah Dia turun ke dalam keheningan kasih yang mendalam Yesus
‘berseru dengan suara kuat’:
‘Lazarus, marilah keluar!’ Orang yang telah mati itu datang keluar,
kaki dan tangannya masih terikat dengan kain kapan dan mukanya tertutup dengan
kain peluh. Kata Yesus kepada mereka: ‘Bukalah kain-kain itu dan biarkan ia
pergi.
Air mata menunjukkan bahwa perhatian kita nyata. Perhatian yang
berkesinambungan itu menyembuhkan; meregenerasi yang mati; menghangatkan yang
dingin. Dan mengembalikan warna yang
telah menjadi mati kebiruan.
With Love
Laurence Freeman
(Diterjemahkan: Lukas Kristanda – WCCM Indonesia)
Sumber: www.wccm.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar