WCCM - Lent Rflections 2017
Sunday Lent Week Four
Injil hari ini (Yoh 9) membahas tentang penyembuhan orang yang buta
sejak lahir. Seperti cerita wanita Samaria minggu lalu, kisah ini disampaikan
dengan banyak lapisan makna yang saling terbuka terhadap yang lain. Meskipun
kisah tersebut sudah amat jelas, ada kedalaman ala Shakespeare, dan seperti
pengalaman hidup kita, menyingkapkan betapa realitas itu bersifat multi
dimensi.
Murid-murid bertanya kepada Yesus tentang siapa yang bertanggung jawab
atas keadaan orang itu – orang tuanya atau dirinya sendiri? Dari pertanyaan ini
sulit untuk melihat bagaimana salah satu dapat disalahkan tanpa mempunyai karma
yang diwariskan. Meskipun demikian Yesus menepis pendekatan ini dengan
mengatakan bahwa makna dari penderitaan orang itu ditemukan dalam cara Tuhan
diungkapkan melalui penyembuhan. Mungkin hal ini tidak menjawab pertanyaan
rasional kita, tetapi memberi kita arah yang pasti. Dengan kata lain, carilah
ke depan, bukan lewat kaca spion, hubungan-hubungan yang menghasilkan makna.
Kemudian, seolah-olah untuk menggambarkan suatu hal, dan dengan agak seperti
dokter gawat darurat yang sibuk, Yesus menyembuhkannya (dan oleh karena itu Dia
melanggar aturan serikat pekerja dengan bekerja pada hari Sabat).
Yesus bergabung kembali dengan kerumunan orang, tanpa memberi
kesempatan kepada orang tersebut untuk melihat-Nya. Tetapi orang-orang dan
kemudian para penguasa mendengar kejadian itu. Beberapa orang yang skeptis
tidak yakin bahwa orang itu adalah orang yang sama yang mereka ketahui sebagai
orang buta yang berkeliaran di sekitar tempat itu. Orang tuanya diseret ke
dalam persengketaan itu, dan karena takut terlibat, mereka mengatakan tidak
tahu menahu dan membiarkan putra mereka membela dirinya sendiri – kilasan
pertama kesendirian di mana orang itu tercebur di dalamnya. Saat diinterogasi,
orang tersebut mempertahankan pandangannya tentang penyembuhan dan dengan
segera dinyatakan sebagai si pembuat onar, disingkirkan sebagai seseorang yang
‘terlahir dalam dosa’. Jika anda menjawab kami seperti itu (mereka), menjadi
cacat adalah kesalahan anda sendiri dan anda tidak layak untuk disembuhkan. Ia
dikucilkan. Suatu contoh bagus tentang
betapa seringnya orang-orang relijius tidak menyambut kuasa Tuhan yang ikut
campur dalam urusan mereka. Tetapi Yesus mendengar kejadian itu dan pergi
mencari orang itu.
Makna tingkat berikutnya dan keintiman dalam kisah tersebut dimulai,
seperti yang sering terjadi dengan tabib kemanusiaan ini, dengan sebuah
pertanyaan. Yesus bertanya apakah dia percaya (punya iman) terhadap Anak
Manusia. Orang itu menjawab dengan jujur, mungkin saja jika aku tahu siapa Dia.
Lalu, seperti yang dilakukan-Nya terhadap wanita Samaria, yang juga menjadi
orang yang dikucilkan,Yesus hanya memperkenalkan diri-Nya. Engkau sedang
melihat-Nya. Orang itu langsung terbuka pada iman, percaya dan bersujud dalam
roh.
Dalam beberapa gerakan ini kita telah melewati pengobatan menuju
penyembuhan. Pria itu dengan cepat menyeberang dari tempat penderitaan melalui
ujian karakter dan pengalaman pahit pengucilan dan penolakan menuju relasi iman
yang mentransformasi hidup.
Saat pengalaman keheningan dan kehadiran semakin mendalam dari waktu
ke waktu, kita mungkin melihat perjalanan meditasi membawa kita pada lintasan
yang sama, meskipun mungkin agak lambat.
With love,
Laurence
(Diterjemahkan: Lukas Kristanda – WCCM Indonesia)
sumber: www.wccm.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar