Lent Reflections 2017
Monday Lent Week Three
Waktu berlalu begitu cepat – Minggu ketiga Prapaskah – dan
apa yang telah kita pelajari? Apa yang telah kita hilangkan, atau apa yang
sudah kita tinggalkan, atau lepaskan, dari yang seharusnya kita miliki? Apakah taraf
ketakutan kita sedikit berkurang? Apakah kita sudah memahami dengan lebih baik
bahwa ‘takut akan Allah’ yang banyak kita dengar bukan berarti takut pada Allah
seperti yang telah diajarkan pada kita – takut dihukum ketika kita tertangkap.
Artinya sama seperti yang ditemukan oleh wanita Samaria di sumur pada terik
siang hari.
Injil hari ini menarik kita ke dalam salah satu perjumpaan
paling dramatis ala Shakespeare yang kita miliki tentang kehidupan Yesus. Suatu
hari, panas dan lelah karena berjalan jauh, Dia berhenti untuk beristirahat
pada sebuah sumur. Murid-murid-Nya pergi ke took dan Dia ditinggal sendirian.
Seorang perempuan dari kelompok ras asing muncul untuk mengambil air. Dari apa
yang dia katakan kemudian dalam percakapan yang terjadi, kita menduga bahwa dia
tidak ingin datang ke sumur pada sore hari ketika perempuan-perempuan desa yang
lain akan datang dan bergosip. Karena dia sendiri adalah obyek dari gossip
tersebut. Seperti Yesus, dia sendirian.
Keseluruhan kisah dari Injil Yohanes 4: 5-42 layak untuk
dibaca, pasti menjadi salah satu bacaan yang paling ditelaah dan dikomentari
dari tradisi manapun.
Kesendiriannya tidak membuatnya menjadi getir atau wanita
penakut. Tetapi lidahnya cukup tajam dan (karena telah memiliki 5 suami) tidak
takut laki-laki bahkan dalam salah satu budaya yang paling membenci wanita.
Perdebatan lisan antara dia dengan Yesus pada awalnya, menunjukkan
keberaniannya dan keterbukaan Yesus pada orang-orang di mana saja, tanpa rasa
merendahkan dari superioritas pentingnya diri-Nya. Bentrokan kepribadian ini,
karena sederajat, menimbulkan hasil yang dramatis. Dia kembali pada kepolosan
aslinya (dan ke komunitasnya) dan dia mengenali, bahkan dalam figure pria,
kebenaran, kebijaksanaan dan kasih yang (kita mungkin bayangkan) membawanya
melalui serangkaian relasinya.
Dia tidak kenal takut tetapi dia belum, sampai siang hari
yang panas itu, menemukan pasangan dalam keintiman yang mengijinkannya untuk
menggunakan kebebasan tanpa rasa takut ini supaya dapat mengasihi.
Sudahkah kita?
Jika belum, apakah kita mencarinya di tempat yang benar?
Apakah sumur bisa menjadi tempat yang baik untuk memulai?
With love,
Laurence
(Diterjemahkan: Lukas Kristanda - WCCM Indonesia)
sumber: www.wccm.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar