Lent Reflections 2017
Sunday Lent Week First
Baru-baru ini saya bertemu dengan seorang wanita Hindu yang mengatakan bahwa dia menanti-nanti masa Prapaskah. Dia bukan orang Kristen tetapi sangat mencintai Bunda Maria dan Yesus. Mencermati masa Prapaskah dalam sudut pandangnya merupakan sebuah kesempatan baik bagi pembaharuan pribadi dan memperdalam devosinya. Pemahamannya akan masa Prapaskah ini dengan menyegarkan kurang dalam pengertian hukuman penebusan dosa atau rasa bersalah karena dosa.
Sunday Lent Week First
Baru-baru ini saya bertemu dengan seorang wanita Hindu yang mengatakan bahwa dia menanti-nanti masa Prapaskah. Dia bukan orang Kristen tetapi sangat mencintai Bunda Maria dan Yesus. Mencermati masa Prapaskah dalam sudut pandangnya merupakan sebuah kesempatan baik bagi pembaharuan pribadi dan memperdalam devosinya. Pemahamannya akan masa Prapaskah ini dengan menyegarkan kurang dalam pengertian hukuman penebusan dosa atau rasa bersalah karena dosa.
Wanita Hindu tersebut
mengingatkan kita bahwa baik hanya merayakan dan mengikuti insting untuk
melepaskan diri dari apa yang kita miliki, tetapi apa yang tidak kita butuhkan
lagi. Berpuasa – atau persamaan modernnya berdiet – adalah sarana untuk
melakukannya, bahkan ketika kita masih secara diam-diam berpegang pada apa yang
berusaha kita lepaskan. Dalam latihan ini, yang penting bukanlah kesempurnaan
usaha kita atau penilaian diri kita, melainkan motivasi kita. Ketika berdiet,
motivasi kita sepertinya untuk citra diri – apa yang aku rasakan ketika aku
melihat ke cermin atau apa yang orang lain pikirkan ketika mereka melihat
diriku. Dalam berpuasa, motivasinya bukan kita seperti apa atau apa yang kita
rasakan, tetapi sejauh mana kita sudah melepaskan ilusi-ilusi yang berputar di
sekitar keegoisan kita. Dalam masa Prapaskah, fokus kita adalah pada apa yang
tidak pernah dapat kita lihat secara obyektif: diri sejati kita. (Jadi kita
memusatkan perhatian kita bukan pada apa yang terlihat, tetapi pada apa yang
tidak terlihat, karena yang terlihat itu hanya sementara, tetapi yang tak
terlihat itu abadi. 2 Kor 4: 8)
Apa yang istimewa tentang empat
puluh hari ini? Bukankah kita seharusnya melakukannya setiap hari? Ya dan
itulah sebabnya St. Benediktus mengatakan bahwa hidup rahib (meditator) adalah
masa Prapaskah abadi. Kita harus menjaga rumah kita bersih sepanjang tahun;
tetapi pada musim semi, kita mendandani rumah kita secara khusus dan kita
merasa lebih baik ketika melakukannya,
meskipun perlu upaya.
Pada akhir puasa empat puluh
hari-Nya, apa yang sudah dicapai oleh Yesus? (Sekarang ini sulit bagi kita
untuk melakukan sesuatu tanpa memikirkan kita mencapi sesuatu). Dia merasa
lapar. Bisa dimaklumi. Dia dapat menerima konsolasi sejati, bukan yang palsu.
Dan yang terpenting, Dia dapat membedakan tanpa keraguan sedikitpun atau
menunda perbedaan antara ilusi dan realitas.
With love,
Laurence
(Diterjemahkan: Fransisca Indrawati H - WCCM Indonesia)
sumber: www.wccm.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar