Lent Reflections 2017
Ash Wednesday
Bacaan Harian dari Laurence Freeman ini, seorang rahib Benediktin dan
Direktur The World Community for Christian Meditation, bertujuan untuk membantu
orang-orang yang mengikutinya supaya dapat membuat Masa Prapaskah menjadi lebih
baik. Inilah waktu yang sudah ditentukan dan persiapan untuk Paskah, dimana
selama masa ini doa diberi perhatian khusus, lebih murah hati kepada orang lain
dan pengendalian diri. Sudah biasa untuk berpantang sesuatu, atau mengendalikan
diri untuk menggunakan sesuatu, tetapi juga untuk melakukan sesuatu di luar itu
semua yang bermanfaat bagi anda secara rohani dan menyederhanakan anda. Dengan
membaca bacaan-bacaan harian ini diharapkan anda terdorong untuk mulai
menjadikan meditasi sebagai latihan harian anda, atau untuk memperdalamnya
dengan mempersiapkan waktu-waktu meditasi dengan lebih berhati-hati. Dengan
demikian, meditasi pagi dan petang akan menjadi pusat spiritual sejati hari
anda. Inilah tradisi, jalan meditasi yang sangat sederhana, yang kita ajarkan:
Duduk. Duduk diam dengan punggung tegak. Tutup mata anda dengan
lembut. Bernafaslah seperti biasa. Dengan hening, dalam hati, mulailah
mengulangi sebuah kata tunggal, atau mantra. Kita menganjurkan frasa doa kuno
‘maranatha’. Kata ini dari bahasa Aram (bahasa yang digunakan oleh Yesus) yang
artinya ‘Datanglah Tuhan’, tetapi jangan memikirkan artinya. Tujuan dari mantra
adalah untuk meletakkan semua pikiran-pikiran, yang baik, yang jahat, abaikan
juga gambaran-gambaran, rencana-rencana, kenangan dan fantasi-fantasi anda.
Ucapkan kata tersebut dalam empat suku kata yang sama: ma-ra-na-tha. Dengarkan
kata itu saat anda terus mengulanginya dan terus kembali ke mantra saat anda
terganggu/terdistraksi. Bermeditasilah selama kurang lebih dua puluh menit
setiap pagi dan petang. Bermeditasi bersama orang lain, misalnya dalam
kelompok, sangat membantu untuk mengembangkan latihan ini sebagai bagian dari
hidup keseharian anda. Kunjungi situs komunitas untuk bantuan dan inspirasi
lebih lanjut: www.wccm.org atau www.meditasikristiani.com
RABU ABU
Hari ini, dengan nuansa pasir abu pada dahi anda, (jika anda suka
ritualnya, atau dalam suasana hati yang lebih konseptual) kita memulai sebuah
perjalanan. Jika anda ingin menerima abu hari ini tetapi tidak punya waktu
untuk ke gereja, atau jika anda tidak suka gereja, mintalah seorang teman untuk
menaruhnya di dahi anda. Mereka dapat melakukannya dengan tanda salib dan
beberapa kata. ‘Ingatlah engkau berasal dari debu dan engkau akan kembali
menjadi debu’. Atau, dengan agak gamblang tapi radikal, ‘Bertobatlah dan
hidupilah Injil’.
Perjalan itu adalah satu hal, bukan cara anda memulainya. Perjalan ini
adalah perjalanan empat puluh hari, sebuah angka yang menyimbolkan banyak hal –
waktu transisi, pembetulan, pemurnian. Menurut Talmud, pada usia 40 tahun
seseorang mampu mencapai kebijaksanaan tingkat lain. Empat puluh hari sebelum
Yom Kippur dianggap sebagai waktu khusus untuk pertumbuhan pribadi.
Pertama-tama, putuskan apakah anda benar-benar mau melakukan
perjalanan ini. Seperti halnya dengan memulai bermeditasi, putuskan saja apakah
anda ingin memulai, tanpa kuatir apakah anda akan menyelesaikannya atau tidak.
Secara rohani, tidak ada pemenang lomba, hanya ada orang-orang yang terus
bertekun. Dan mereka yang berhenti di tengah jalan pada akhirnya akan digendong
sepanjang sisa perjalanan. Semesta ini bersahabat dengan semuanya, pada
akhirnya.
Anda bisa memasuki Masa Prapaskah ini dengan suatu rasa bahwa anda
sedang kacau dan anda butuh menyeimbangkan ulang dan mencurahkan bagasi batin
yang tidak perlu, kelekatan-kelekatan, kecanduan-kecanduan, penyesalan, rasa
bersalah, kecemasan. Kita hanya perlu mengetahui bahwa hal ini mungkin dan ada
rencana untuk mencapainya. Atau anda mungkin merasa cukup seimbang untuk
mengetahui bahwa perjalanan anda masih panjang. Jadi, anda bisa memulai
perjalanan tahun ini dengan niat positif memasuki pengenalan diri yang lebih
mendalam dan kejelasan yang lebih terang.
Setiap perjalanan dapat diawali dengan berbagai niat dan motivasi.
Tetapi niat dan motivasi itu kemudian berubah, ketika diri anda berubah,
menjadi sebuah peziarahan (tanpa sasaran, kecuali untuk tiba) atau menyelam
dari tepi karang dunia tertinggi ke dalam laut biru berkilauan (tiba ada di
dalam perjalanan). Meskipun diri kita itu rumit, namun abu mengingatkan kita
bahwa kita memiliki inti yang amat sangat sederhana. Kefanaan kita mengingatkan
kita akan hal ini sebagai kesempatan untuk mencapai realisme yang lebih tinggi
dan lebih menikmati hidup daripada takut dan neurosis. Seperti halnya abu
adalah tanda luar, mengucapkan mantra merupakan sakramen interior. Semua itu
adalah tindakan-tindakan yang memungkinkan kita untuk berhenti memikirkan
semuanya dan menjadi satu dengan semuanya.
Padang gurun yang dimasuki oleh Yesus selama empat puluh hari
merupakan template kita masa dalam Masa Prapaskah. Dia di’tuntun’ ke sana.
Dalam perjalanan ini, kita tidak memilih sesuka hati. Dia ‘digoda’. Jika kita
tidak diuji, kita akan tetap terhalang oleh keterbatasan-keterbatasan kita,
melihat diri kita sebagai makhluk yang frustasi daripada makhluk yang dapat
diperbaharui.
Mengapa tidak semua orang mau melompat dalam kereta ini dan melakukan
perjalanan ini? Karena jalannya adalah jalan kemiskinan. Pelepasan dan
penyederhanaan. Hal ini menakutkan kita karena kita takut kita akan berakhir
dengan tidak mempunyai apa-apa. Sebenarnya, itulah sasarannya. Jangan mengikuti
ajaran sesat kemakmuran dan kesuksesan. Jika kabar palsu itu, jadi bukan kabar
baik, menjadi jalan kita, empat puluh hari kemudian kita akan menemukan bahwa
kita sama sekali belum berangkat. Sasarannya (setelah empat puluh hari dengan
panjang variable) adalah kita menginginkan untuk mempunyai kepemilikan dengan
semangat yang tidak sama seperti orang-orang pada umumnya. Kemiskinan ini
menjadi makna kebebasan. Inilah meditasi. Inilah perjalanan ke padang gurun.
Salam kasih,
Laurence
Tidak ada komentar:
Posting Komentar