WCCM - Lent Reflections 2017
Wednesday Holy Week
Yesus terkenal untuk sementara waktu dan kemudian ditolak.
Kelihatannya Dia tak pernah mendekati banyak orang, hanya mengasihi orang-orang
biasa yang dilihat-Nya teraniaya, direndahkan dan dimanipulasi oleh
pemimpinnya. Seperti suatu wilayah pemilihan modern di Barat, orang-orang
memproyeksikan harapannya akan seorang pemimpin yang kuat pada diri-Nya untuk sementara. Keberhasilan
membiakkan keberhasilan. Semakin banyak orang memuji, kereta musik semakin
bergulir. Tetapi kemudian terjadi tabrakan seperti halnya Dia.
Populisme modern, yang selalu berubah-ubah seperti halnya semua
gerombolan, mengangkat dan menjatuhkan pemimpinnya yang hebat, begitu
mereka gagal untuk mewujudkan
impian-impian mereka. Cinta dapat berubah menjadi benci, secepat dalam politik
maupun dalam asmara.
Yesus menghancurkan mitos pemimpin kuat yang biasanya perlu
menciptakan mitos di sekeliling dan tentang dirinya. Mitos inilah yang mengarah
pada korupsi-diri. Yesus adalah seorang pemimpin yang tidak korup yang tidak
berpura-pura menjadi pribadi yang bukan diri-Nya. Dengan hati-hati dan waspada
Dia mengungkapkan seluruh kebenaran tentang diri-Nya karena sangat mudah untuk
disalahpahami dan disalah gunakan.
Dalam Injil hari ini, saat kita mendekati klimaks kisah tersebut, kita
diberi sebuah sudut pandang lain mengenai tema sentral pengkhianatan. Dalam
bacaan dari kitab Yesaya kita diberi suatu pemahaman tak terduga tentang kodrat
hamba yang menderita yang akan mengantar kita pada kehidupan yang lebih baik
melalui paradoks kegagalan dan penolakan. Pemahaman ini menerangi misteri.
Kedengarannya aneh atau menyerang, si pemimpin besar adalah seorang hamba yang
menderita dan seorang guru yang sekaligus menjadi murid:
‘Tuhan Allah telah memberikan kepadaku lidah seorang murid, supaya
dengan perkataan aku dapat memberi semangat baru kepada orang yang letih lesu.
Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid.
Tuhan Allah telah membuka telingaku.’
Ia telah mengatakan kepada kita tentang diri-Nya selama ini. ‘Sebab Aku
berkata-kata bukan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang mengutus Aku, Dialah
yang memerintahkan Aku untuk mengatakan apa yang harus Aku katakan dan Aku
sampaikan…Ajaran-Ku bukan dari diri-Ku. Ajaran-Ku datang dari Dia yang mengutus
Aku.’ Kedengarannya tidak seperti
Kristus kapel Sistine atau Pantocrator (‘Yang Maha Kuasa’) tegas dari imajinasi
selanjutnya. Inilah kebalikan dari ego menggelembung seorang pemimpin besar.
Teori manajemen modern cenderung mengabaikan gagasan pemimpin besar,
dan lebih memilih model yang lebih korporatif (kebersamaan) dan kolaboratif.
Jika ada satu model yang bisa, model tersebut lebih cocok dengan Yesus. Dia
ingin memberdayakan mereka yang dipimpin-Nya dan menunjukkan jalan dan merintis
jalan dengan teladan daripada dengan paksaan. Dia adalah tipe pemimpin yang
mentransformasi dataran yang sedang digarap-Nya, untuk membuka cakrawala
baru dan memimpin dengan kekuatan
inspirasi yang dihayati oleh team-Nya daripada dipaksa dari luar.
Ini bukan cara gereja selalu memahaminya; dan bukan model yang mudah
untuk diikuti semua orang. Kekuasaan menggoda kita semua. Inilah sebabnya
gereja menjadi paling menyerupai Yesus jika sangat kurang dalam hal ego.
Jika kita dapat memegang kebenaran tentang Dia ini, kita dapat
mengikuti-Nya dengan penuh keyakinan ke manapun Dia menuntun kita.
With Love
Laurence
(Diterjemahkan: Lukas Kristanda
– WCCM Indonesia)
Sumber: www.wccm.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar