WCCM Lent
Reflections 2015
Wednesday of
Holy Week
Mat 26:14-25:
“di dalam
rumahmulah Aku mau merayakan Paskah
bersama-sama dengan murid-murid-Ku.”
Sebenarnya adegan hari
ini mengingatkan kita kembali akan pengkhianatan yang memalukan. Ini jelas
merupakan unsur penting atau bahkan
menjijikkan dari makna Pekan Suci yang dimaksudkan untuk kita hadapi.
Rasanya seperti
mengangkat topik yang secara sosial memalukan dalam percakapan makan malam yang
menyenangkan. Anda mengambil resiko untuk menjadi teman yang paling tidak
menyenangkan dan tidak akan pernah diundang lagi. Seperti menjatuhkan sepotong
daging dari mulut anda dan lebih baik menendangnya ke bawah meja daripada
mengambil dan memberikannya kepada teman anda.
Jadi kita akan
menghindari topik pengkhianatan yang merupakan kunci dari kisah ini. Sebaliknya
mari kita mengingat kembali konteksnya, makan dan persahabatan, meskipun tidak
sempurna dan rapuh. Ada orang-orang yang mempunyai karunia untuk menciptakan
acara-acara ini. Mereka mengatur makanan dan meja dengan simbolisme yang tepat
– tidak terlalu formal tapi tidak terlalu santai. Karunia ini makin langka,
seni ramah tamah yang memungkinkan perayaan dan persahabatan terjadi dan
disharingkan selama waktu makan. Setiap kesempatan itu menjadi semacam
ekaristi.
Mungkin salah satu
penyebab hilangnya makna Ekaristi bagi orang-orang sekarang ini, dan mengapa
perayaan agama sepertinya tidak bisa dipahami dan hanya permainan kosong,
adalah karena kita melihat makanan sebagai kenikmatan pribadi bukan sebagai
sharing bersama. Bagi banyak keluarga, terutama di daerah-daerah makmur, duduk
dan makan dan berbincang-bincang serta tetap berkumpul bersama sampai akhir
acara makan sepertinya sudah menjadi kebiasaan kuno. Selalu ada yang harus
dikerjakan di kamarku – mengunduh sesuatu, menonton sesuatu, berkomunikasi lewat
media lain – dan kebersamaan di meja makan menjadi semakin tidak menarik saat
anda telah makan kenyang.
Namun, makan bersama
dengan orang lain adalah inti dari doa. Inilah waktunya – seperti meditasi
bersama orang lain atau merayakan ritual seperti yang akan kita mulai besok –
ketika kita diberi makan dan disuburkan oleh Pribadi yang adalah makanan itu
sendiri. Kita harus tinggal dan menunggu dan membuat diri kita ditunggu.
Bagaimanapun juga, yang berkhianat adalah orang yang pertama meninggal meja
makan. (Maaf karena mengungkit masalah ini lagi).
Salam kasih
Laurence Freeman OSB
Diterjemahkan : Sisca
Indrawati H – WCCM Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar