WCCM Lent Reflections 2016
Ash Wednesday
Hari ini kita umumnya akan mendapat abu – sisa pembakaran dari palma
tahun lalu – dioleskan ked ahi kita, seperti banyak tokoh Kitab Suci dalam masa
perkabungan atau krisis ‘menutup kepala mereka dengan abu’. Bagi anak-anak hal
ini bisa menjadi kekudusan yang menyenangkan, menemukan simbol baru dan
memperkaya kosa kata hidup rohani mereka. Bagi umat Kristiani dewasa, peristiwa
ini merupakan ritual yang sudah biasa yang membawa ingatan yang sedikit lebih tajam
tentang mortalitas: ‘Ingatlah, oh manusia, bahwa engkau adalah abu dan akan
kembali menjadi abu.’ Bagi banyak orang dalam dunia sekular sekarang ini, hari
ini hanya merupakan sisa-sisa dunia keagamaan kuno yang tidak dapat dipahami.
Satu dan lain hal kita ingin menandai waktu dan musim tertentu. Mereka
tentu saja adalah buatan manusia. (Prapaskah diselidiki dimulai sejak abad ke
4). Namun jika tahun kita tidak berarti apa-apa selain dataran hari-hari kerja,
akhir pekan, perjalanan bisnis dan liburan yang datar, maka unsur dua
dimensinya segera akan membuat kita merindukan ‘sesuatu yang lebih’ yang adalah
rasa keagamaan yang sudah terprogram. Kita umumnya hidup tanpa agama namun kita
tidak bisa lolos dari kerinduan ini. Begitu dirasakan, maka akan membutuhkan
pengungkapan.
Jadi, nikmatilah abu tersebut. Saya ingat waktu saya masih kecil, kami
merasa bangga dan istimewa sehingga kami dengan sok menampilkan abu kami di
jalan-jalan atau di youtube. Kami melihat sekeliling apakah ada orang lain yang
mendapat tanda yang sama dan merasa menjadi anggota sebuah klub rahasia atau
setidaknya eksklusif. Kita mendengar perkataan Yesus tentang puasa (makan satu
kali juga merupakan bagian dari persyaratan Rabu Abu): ‘jika kamu berpuasa
minyakilah kepalamu dan cucilah mukamu supaya puasamu tidak diketahui oleh
orang lain tetapi oleh Bapamu yang ada di tempat yang tersembunyi. (Mat 6: 16)’
Sebagai anak-anak, belajar agama dengan bermain-main, rasanya enak bisa
memamerkan askese kita. Hal itu membuat kita merasa lain dan mungkin merasa
sedikit lebih baik.
Masa Prapaskah adalah kesempatan yang maknanya harus kita pahami
sebelum terbukti berguna bagi kita. Jelas tidak dimaksudkan untuk menarik
perhatian orang lain ke diri kita. Tidak dimaksudkan untuk sengaja menyakiti
atau menyengsarakan diri kita sendiri lebih dari latihan seorang atlit yang
dilakukan untuk menyakiti. Prapaskah adalah tentang meningkatkan fitness dan
kewaspadaan rohani kita yang dicapai lewat langkah-langkah kecukupan yang
dipilih, pengendalian diri dan dengan sedikit inovasi, mendorong lebih jauh ke
dalam dunia kesadaran.
Jika anda belum memutuskan apa yang harus ‘dilakukan dalam masa
Prapaskah’, anda perlu mempertimbangkan untuk melakukan latihan rangkap tiga:
1) melepaskan atau mengurangi satu bentuk konsumsi, baik makanan, minuman atau
kecanduan digital 2) membuat latihan meditasi pagi dan petang anda menjadi
lebih baik atau menambahnya di siang hari 3) berkomitmen untuk menjaga ritme
hidup yang lebih baik dan mengganti distraksi yang tidak perlu (kita umumnya
mempunyai beberapa distraksi) dengan aktifitas yang kreatif dan menyegarkan,
baik olah raga, membaca atau bermusik.
‘Kerahasiaan’ yang dinasihatkan Yesus menantang budaya pengungkapan
diri kita (terpapar oleh kultus privasi dan kata kunci kita). Hal itu tidak
mengacu pada kerahasiaan, namun untuk interioritas dan menghormati kenyataan
bahwa buah-buah masa Prapaskah mendatang akan dirasakan dari dalam. Semoga
membahagiakan dan bahkan menyenangkan.
Salam Kasih,
Laurence Freeman, OSB.
(Fransisca – Komunitas Meditasi Kristiani Indonesia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar