Ketika saya membaca buku Yohanes Kasianus tentang doa, saya segera
teringat akan doa yang dianjurkan oleh Yesus ketika Ia menceritakan
kepada kita seorang pendosa yang berdiri di belakang Bait Allah dan
berdoa dalam kalimat yang singkat: "Ya Allah, kasihanilah aku orang
berdosa ini" (Luk 18: 13). Dia pulang sebagai seorang "yang dibenarkan",
kata Yesus kepada kita. "Dalam doamu janganlah kamu bertele-tele
seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka
bahwa karena banyaknya kata-kata, doanya akan dikabulkan. Jadi,
janganlah kamu seperti mereka, karena Bapamu mengetahui apa yang kamu
perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya (Mat 6:7-8)
Sebagaimana telah saya katakan, berdoa bukanlah berarti berbicara kepada Allah, tetapi mendengarkan Dia, hadir di hadirat-Nya. Kiranya ini adalah pemahaman yang sangat sederhana mengenai doa yang mendasari nasihat Yohanes Kasianus. Jika kita ingin berdoa, ingin mendengarkan, maka kita berusaha untuk sungguh tenang dan diam, dengan mengucapkan satu ayat pendek secara terus-menerus. Kasianus menerima metode ini sebagai sebuah tradisi tua pada zamannya, suatu yang tradisi yang universal yang sudah lama ada. Ratusan tahun kemudian setelah Kasianus, seorang pengarang Inggris menulis buku 'The Cloud of Unknowing' yang juga menganjurkan mengucapkan sebuah kata singkat secara berulang-ulang "kita harus berdoa dengan seluruh jiwa kita, tidak dalam banyaknya kata-kata tetapi dengan sedikit kata".
Word into Silence
Tidak ada komentar:
Posting Komentar